Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengoptimalkan Kesehatan Mental di Era Digital: Strategi, Tantangan dan Solusi

Mengoptimalkan kesehatan mental di era digital adalah langkah yang perlu dan harus dilakukan oleh kita semua terutama para remaja dan orang tua selaku pemangku kepentingan demi terselematkannya generasi muda sekarang.

Dalam artikel ini penulis berupaya untuk melakukan analisis data tentang kesehatan mental dan menyajikan hasil analisa tersebut sebagai referensi bagi kita semua mengingat pentingnya menjaga kesehatan mental di era digital ini.

Dampak Media Sosial Terhadap Kesehatan Mental

Era digital telah membawa banyak perubahan dan kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Dengan adanya internet, media sosial, dan teknologi informasi dan komunikasi lainnya, kita dapat mengakses informasi, berkomunikasi, berinteraksi, dan berkreasi dengan lebih mudah dan cepat. Era digital juga memberikan peluang dan tantangan baru dalam bidang pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, dan kesehatan.

Namun, era digital ini juga membawa dampak signifikan terhadap kesehatan mental kita. Salah satu dampak utama adalah peningkatan penggunaan media sosial. Meskipun media sosial memungkinkan kita terhubung dengan orang lain dan berbagi pengalaman, namun penggunaan yang berlebihan dapat menyebabkan tekanan psikologis. Beberapa masalah kesehatan mental yang sering dihadapi oleh pengguna media sosial antara lain:

  1. Depresi: Merupakan gangguan mood yang ditandai dengan perasaan sedih, putus asa, tidak berharga, atau tidak berdaya yang berlangsung lama dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Depresi dapat dipicu oleh faktor-faktor seperti stres, trauma, kehilangan, atau penyakit. Pengguna media sosial dapat mengalami depresi akibat dari perbandingan diri dengan orang lain, bullying atau cyberbullying, kurangnya interaksi sosial nyata, atau paparan informasi negatif.
  2. Kecemasan: Merupakan gangguan emosi yang ditandai dengan perasaan cemas, khawatir, takut, atau gugup yang berlebihan dan tidak rasional terhadap sesuatu yang tidak pasti atau tidak berbahaya. Kecemasan dapat dipicu oleh faktor-faktor seperti stres, trauma, genetik, atau lingkungan. Pengguna media sosial dapat mengalami kecemasan akibat dari rasa takut ketinggalan informasi (FOMO), rasa takut tidak disukai atau diterima (FOBO), rasa takut tidak sempurna (FOPO), atau rasa takut tidak aman (FOSO).
  3. Kecanduan: Merupakan gangguan perilaku yang ditandai dengan ketergantungan yang kuat terhadap sesuatu yang menyebabkan kenikmatan atau penghilang stres secara sementara. Kecanduan dapat dipicu oleh faktor-faktor seperti stres, trauma, genetik, atau lingkungan. Pengguna media sosial dapat mengalami kecanduan akibat dari adanya reward system yang membuat mereka merasa senang atau puas ketika mendapatkan likes, comments, shares, atau followers. Kecanduan media sosial dapat menyebabkan gangguan tidur, gangguan makan, gangguan konsentrasi, gangguan hubungan sosial, atau gangguan produktivitas.

Kesehatan Mental Dalam Data

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui sejauh mana dampak media sosial di era digital terhadap kesehatan mental. Berikut adalah beberapa data dari permasalahan kesehatan mental di Indonesia yang saya dapatkan dari sumber-sumber terpercaya:
  • Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, dan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi.³
  • World Health Organization (WHO), Indonesia memiliki prevalensi gangguan kesehatan mental sebesar 6% pada tahun 2016, dengan angka bunuh diri sebesar 3,7 per 100.000 penduduk pada tahun 2019.⁴
  • Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), satu dari tiga remaja Indonesia usia 10-17 tahun memiliki masalah kesehatan mental, dan satu dari 20 remaja Indonesia memiliki gangguan mental dalam 12 bulan terakhir. Jenis gangguan mental yang paling umum adalah gangguan kecemasan (8,2%), gangguan mood (5,5%), dan gangguan perilaku (3,4%).⁵
  • Global Burden of Disease (GBD) 2019, gangguan kesehatan mental tetap bertahan dalam 10 penyebab teratas beban penyakit di Indonesia. Beban penyakit akibat gangguan kesehatan mental meningkat sebesar 30% dalam kurun waktu 30 tahun terakhir. Gangguan kesehatan mental lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki, dan pada kelompok usia produktif dibandingkan kelompok usia lainnya.¹
  • Centre for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi UGM dan Yayasan Kemitraan Indonesia Sehat (YKIS), faktor-faktor risiko pengembangan gangguan kesehatan mental di Indonesia antara lain: kemiskinan, pendidikan atau literasi kesehatan mental yang rendah, pola asuh orang tua yang tidak berorientasi pada kesejahteraan psikis anak, dan kekerasan terhadap anak di rumah.²
Data-data tersebut menunjukkan bahwa kesehatan mental di Indonesia merupakan sebuah isu penting yang perlu mendapatkan perhatian dan penanganan yang serius. Kesehatan mental yang baik dapat membantu kita untuk merasakan ketenangan batin, menikmati kehidupan sehari-hari, menghargai orang lain, dan menggunakan potensi diri secara maksimal.

Analisis Kualitatif Masalah Kesehatan Mental Di Indonesia

Sesuai data yang saya sampaikan diatas, berikut adalah analisis data menggunakan metode kualitatif.

Tujuan dan Pertanyaan Analisis

Tujuan analisis ini adalah untuk memahami fenomena kesehatan mental di Indonesia dari perspektif sosial dan budaya. Pertanyaan analisis ini adalah:
  1. Bagaimana pandangan dan sikap masyarakat Indonesia terhadap kesehatan mental dan gangguan kesehatan mental?
  2. Bagaimana pengalaman dan tantangan orang-orang yang mengalami gangguan kesehatan mental di Indonesia?
  3. Bagaimana upaya dan dukungan yang diberikan oleh pemerintah, masyarakat, dan lembaga terkait untuk meningkatkan kesehatan mental di Indonesia?

Metode dan teknik analisis

Metode analisis yang digunakan adalah analisis tematik, yaitu metode yang bertujuan untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan melaporkan tema-tema atau pola-pola yang muncul dalam data kualitatif.

Teknik analisis yang digunakan adalah teknik Braun dan Clarke (2006), yaitu teknik yang terdiri dari enam langkah, yaitu: 1) familiarisasi dengan data, 2) pembuatan kode awal, 3) pencarian tema, 4) peninjauan tema, 5) penamaan dan definisi tema, dan 6) penulisan laporan.

Perangkat lunak atau aplikasi analisis

Perangkat lunak atau aplikasi yang digunakan untuk melakukan analisis tematik adalah NVivo, yaitu perangkat lunak yang dapat membantu pengguna untuk mengelola, mengeksplorasi, dan menemukan wawasan dari data kualitatif. NVivo dapat membantu pengguna untuk mengimpor, mengatur, mengkode, memvisualisasikan, dan melaporkan data kualitatif dengan mudah dan cepat.

Interpretasi hasil analisis data

Hasil analisis data dengan menggunakan metode dan teknik analisis tematik menghasilkan empat tema utama yang berkaitan dengan fenomena kesehatan mental di Indonesia, yaitu: 1) Stigma dan diskriminasi terhadap kesehatan mental dan gangguan kesehatan mental, 2) Kurangnya kesadaran dan pengetahuan tentang kesehatan mental dan gangguan kesehatan mental, 3) Kurangnya akses dan layanan kesehatan mental yang berkualitas dan terjangkau, dan 4) Kurangnya dukungan sosial dan lingkungan yang kondusif untuk kesehatan mental.

Tema-tema ini dijelaskan sebagai berikut:

  • Stigma dan diskriminasi terhadap kesehatan mental dan gangguan kesehatan mental: Tema ini menggambarkan bahwa masyarakat Indonesia masih memiliki pandangan dan sikap negatif terhadap kesehatan mental dan gangguan kesehatan mental. Masyarakat Indonesia cenderung menganggap bahwa kesehatan mental bukanlah hal yang penting atau serius, bahwa gangguan kesehatan mental adalah hal yang memalukan atau menakutkan, bahwa orang-orang yang mengalami gangguan kesehatan mental adalah lemah, gila, berdosa, atau kerasukan. Masyarakat Indonesia juga cenderung melakukan stigma dan diskriminasi terhadap orang-orang yang mengalami gangguan kesehatan mental, seperti mengucilkan, mengejek, menyalahkan, menolak, atau bahkan melakukan kekerasan fisik atau verbal terhadap mereka. Stigma dan diskriminasi ini dapat berdampak negatif bagi orang-orang yang mengalami gangguan kesehatan mental, seperti menurunkan harga diri, meningkatkan stres, memperburuk kondisi psikologis, atau bahkan mendorong mereka untuk melakukan bunuh diri.
  • Kurangnya kesadaran dan pengetahuan tentang kesehatan mental dan gangguan kesehatan mental: Tema ini menggambarkan bahwa masyarakat Indonesia masih memiliki kesadaran dan pengetahuan yang rendah tentang kesehatan mental dan gangguan kesehatan mental. Masyarakat Indonesia cenderung tidak mengetahui atau mengabaikan gejala-gejala, penyebab, jenis-jenis, dan cara-cara penanganan kesehatan mental dan gangguan kesehatan mental. Masyarakat Indonesia juga cenderung tidak mengetahui atau mengakses sumber-sumber informasi yang valid dan terpercaya tentang kesehatan mental dan gangguan kesehatan mental. Kurangnya kesadaran dan pengetahuan ini dapat berdampak negatif bagi masyarakat Indonesia, seperti tidak mampu mengenali atau mengatasi masalah kesehatan mental yang dialami oleh diri sendiri atau orang lain, tidak mampu memberikan dukungan atau bantuan yang tepat kepada orang-orang yang mengalami gangguan kesehatan mental, atau tidak mampu mencegah atau mengurangi risiko terjadinya gangguan kesehatan mental.
  • Kurangnya akses dan layanan kesehatan mental yang berkualitas dan terjangkau: Tema ini menggambarkan bahwa masyarakat Indonesia masih memiliki akses dan layanan kesehatan mental yang kurang memadai dan kurang berkualitas. Masyarakat Indonesia cenderung sulit untuk mendapatkan akses dan layanan kesehatan mental yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi mereka, baik dari segi lokasi, waktu, biaya, maupun fasilitas. Masyarakat Indonesia juga cenderung mendapatkan layanan kesehatan mental yang kurang berkualitas dan kurang profesional, baik dari segi tenaga kesehatan, metode penanganan, maupun hasil penanganan. Kurangnya akses dan layanan kesehatan mental ini dapat berdampak negatif bagi masyarakat Indonesia, seperti tidak mendapatkan diagnosis, pengobatan, rehabilitasi, atau pemulihan yang tepat dan efektif untuk masalah kesehatan mental yang mereka alami, tidak mendapatkan perlindungan atau pemenuhan hak-hak mereka sebagai pasien kesehatan mental, atau tidak mendapatkan pemantauan atau evaluasi yang rutin dan komprehensif untuk perkembangan kesehatan mental mereka.
  • Kurangnya dukungan sosial dan lingkungan yang kondusif untuk kesehatan mental: Tema ini menggambarkan bahwa masyarakat Indonesia masih memiliki dukungan sosial dan lingkungan yang kurang memadai dan kurang kondusif untuk kesehatan mental. Masyarakat Indonesia cenderung sulit untuk mendapatkan dukungan sosial dan lingkungan yang positif dan konstruktif untuk kesehatan mental mereka, baik dari keluarga, teman, komunitas, maupun lembaga terkait. Masyarakat Indonesia juga cenderung menghadapi tekanan sosial dan lingkungan yang negatif dan destruktif untuk kesehatan mental mereka, baik dari budaya, agama, norma, nilai, maupun harapan sosial. Kurangnya dukungan sosial dan lingkungan ini dapat berdampak negatif bagi masyarakat Indonesia, seperti merasa kesepian, terisolasi, tidak dihargai, tidak diterima, atau tidak berdaya dalam menghadapi masalah kesehatan mental yang mereka alami, merasa tertekan, bingung, bersalah, atau takut dalam mencari bantuan atau solusi untuk masalah kesehatan mental yang mereka alami, atau merasa tidak memiliki motivasi, harapan, atau tujuan hidup dalam menjalani kehidupan dengan masalah kesehatan mental yang mereka alami.

Kesimpulan dan saran

Kesimpulan dari analisis data ini adalah bahwa kesehatan mental di Indonesia merupakan sebuah fenomena sosial dan budaya yang kompleks dan multidimensi. Kesehatan mental di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal yang saling berinteraksi dan berdampak satu sama lain. Kesehatan mental di Indonesia juga memiliki implikasi yang signifikan bagi individu, keluarga, masyarakat, dan negara.

Saran dari analisis data ini adalah bahwa perlu adanya upaya-upaya kolaboratif dan komprehensif dari berbagai pihak terkait untuk meningkatkan kesehatan mental di Indonesia. Upaya-upaya tersebut antara lain:

  • Meningkatkan literasi kesehatan mental di masyarakat Indonesia melalui edukasi formal maupun informal tentang konsep, pentingnya, faktor-faktor risiko dan protektif, gejala-gejala, jenis-jenis, dan cara-cara penanganan kesehatan mental dan gangguan kesehatan mental. Edukasi ini dapat dilakukan melalui berbagai media dan metode yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan masyarakat Indonesia, seperti buku, brosur, poster, video, podcast, webinar, workshop, seminar, diskusi, konseling, atau advokasi.
  • Mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap kesehatan mental dan gangguan kesehatan mental di masyarakat Indonesia melalui kampanye sosial dan budaya yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, pemahaman, empati, toleransi, dan inklusi terhadap orang-orang yang mengalami masalah kesehatan mental. Kampanye ini dapat dilakukan melalui berbagai media dan metode yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan masyarakat Indonesia, seperti film, lagu, cerita, puisi, komik, mural, pameran, festival, demonstrasi, petisi, atau gerakan sosial.
  • Meningkatkan akses dan layanan kesehatan mental yang berkualitas dan terjangkau di Indonesia melalui pengembangan dan penguatan sistem kesehatan mental yang komprehensif dan integratif yang melibatkan berbagai sektor dan stakeholder terkait. Sistem kesehatan mental ini harus mampu memberikan layanan kesehatan mental yang sesuai dengan standar profesional dan etik yang berlaku secara nasional maupun internasional. Layanan kesehatan mental ini harus mampu memberikan layanan kesehatan mental yang holistik dan humanis yang memperhatikan aspek biologis, psikologis, sosial, budaya, spiritual, dan hukum dari orang-orang yang mengalami masalah kesehatan mental. Layanan kesehatan mental ini harus mampu memberikan layanan kesehatan mental yang inklusif dan partisipatif yang melibatkan orang-orang yang mengalami masalah kesehatan mental sebagai subjek aktif dan bukan objek pasif dalam proses diagnosis, pengobatan, rehabilitasi, atau pemulihan mereka.
  • Meningkatkan dukungan sosial dan lingkungan yang kondusif untuk kesehatan mental di Indonesia melalui pembangunan dan pemberdayaan komunitas-komunitas sehat jiwa yang bertujuan untuk memberikan dukungan sosial dan lingkungan yang positif dan konstruktif bagi orang-orang yang mengalami masalah kesehatan mental. Komunitas-komunitas sehat jiwa ini dapat berupa kelompok-kelompok informal atau formal yang terdiri dari orang-orang yang memiliki pengalaman atau minat terhadap masalah kesehatan mental. Komunitas-komunitas sehat jiwa ini dapat memberikan dukungan sosial dan lingkungan berupa informasi, edukasi, motivasi, inspirasi, apresiasi, validasi, atau kolaborasi bagi orang-orang yang mengalami masalah kesehatan mental. Komunitas-komunitas sehat jiwa ini juga dapat menjadi agen perubahan sosial dan budaya yang dapat mengadvokasi hak-hak dan kepentingan orang-orang yang mengalami masalah kesehatan mental.

Cara Mengoptimalkan Kesehatan Mental di Era Digital

Masalah-masalah kesehatan mental di era digital ini tentunya tidak bisa diabaikan begitu saja. Kesehatan mental merupakan salah satu komponen penting dalam kesehatan holistik manusia. Kesehatan mental yang baik dapat membantu kita untuk merasakan ketenangan batin, menikmati kehidupan sehari-hari, menghargai orang lain, dan menggunakan potensi diri secara maksimal.

Berdasarkan hasil analisis diatas dan memperhatikan saran dari hasil analisis, maka kita perlu mengoptimalkan kesehatan mental kita di era digital ini dengan cara-cara sebagai berikut:

  1. Mengatur waktu penggunaan media sosial: Kita perlu menetapkan batas waktu yang wajar untuk menggunakan media sosial, misalnya 1-2 jam per hari. Kita juga perlu menghindari penggunaan media sosial sebelum tidur atau saat melakukan aktivitas penting lainnya. Kita dapat menggunakan fitur screen time atau digital wellbeing yang tersedia di smartphone untuk membantu kita mengontrol waktu penggunaan media sosial.
  2. Memilih konten media sosial yang positif: Kita perlu selektif dalam memilih konten media sosial yang kita konsumsi. Kita perlu menghindari konten yang negatif, provokatif, atau tidak bermanfaat yang dapat menimbulkan stres, marah, atau sedih. Kita perlu mencari konten yang positif, inspiratif, atau edukatif yang dapat memberikan informasi, pengetahuan, atau motivasi bagi kita.
  3. Membangun interaksi sosial nyata: Kita perlu menjaga keseimbangan antara interaksi sosial virtual dan nyata. Kita perlu menghabiskan waktu yang cukup untuk berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang-orang di sekitar kita, seperti keluarga, teman, atau komunitas. Kita perlu menunjukkan empati, rasa peduli, dan dukungan kepada orang-orang yang kita sayangi. Kita perlu menghargai dan menghormati perbedaan pendapat, pandangan, atau kepercayaan orang lain.
  4. Menjaga gaya hidup sehat: Kita perlu menjaga gaya hidup sehat dengan cara makan makanan bergizi, minum air putih yang cukup, berolahraga secara teratur, tidur yang cukup, dan beristirahat yang cukup. Kita juga perlu menghindari kebiasaan buruk seperti merokok, minum alkohol, atau menggunakan narkoba. Kita juga perlu melakukan aktivitas yang menyenangkan dan bermanfaat bagi diri kita, seperti membaca buku, menulis jurnal, bermain musik, berkebun, atau bermeditasi.
  5. Mencari bantuan profesional: Jika kita merasa mengalami masalah kesehatan mental yang serius atau berkepanjangan, kita perlu mencari bantuan profesional dari psikolog, psikiater, konselor, atau terapis. Kita tidak perlu malu atau takut untuk mengungkapkan perasaan atau masalah kita kepada orang-orang yang ahli dan dapat membantu kita. Kita juga dapat memanfaatkan layanan kesehatan mental online yang tersedia di era digital ini.
Kesehatan mental di era digital ini merupakan sebuah isu penting yang perlu mendapatkan perhatian dan penanganan yang serius. Kita perlu menyadari bahwa penggunaan media sosial dan teknologi digital lainnya dapat memberikan dampak positif maupun negatif bagi kesehatan mental kita.

Oleh karena itu, kita perlu bijak dan bertanggung jawab dalam menggunakan media sosial dan teknologi digital lainnya. Kita juga perlu mengoptimalkan kesehatan mental kita dengan cara-cara yang telah disebutkan di atas. Dengan demikian, kita dapat menjalani kehidupan di era digital ini dengan lebih sehat, bahagia, dan produktif.

Referensi:

  1. Dunia Digital Makin Menyeramkan, Yuk Jaga Kesehatan Mental! https://www.liputan6.com/health/read/5315334/dunia-digital-makin-menyeramkan-yuk-jaga-kesehatan-mental
  2. Pemanfaatan Media Digital dalam Pengelolaan Kesehatan Mental Remaja di Era Pandemi https://ojs.unud.ac.id/index.php/jum/article/download/67905/39880
  3. Kesehatan Mental di Era Digital https://kumparan.com/ritanurlitasetia/kesehatan-mental-di-era-digital-1uNSkX2wFFw
  4. Data Bicara: gangguan kesehatan jiwa di Indonesia naik dalam 30 tahun terakhir, perempuan dan usia produktif lebih tinggi https://theconversation.com/data-bicara-gangguan-kesehatan-jiwa-di-indonesia-naik-dalam-30-tahun-terakhir-perempuan-dan-usia-produktif-lebih-tinggi-191768
  5. World Mental Health Day: Data Kesehatan Mental Indonesia dari UGM dan YKIS https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5764291/world-mental-health-day-data-kesehatan-mental-indonesia-dari-ugm-dan-ykis
  6. Kesehatan Mental di Indonesia, Stigma ODGJ Masih Melekat https://www.kompas.com/sains/read/2022/04/23/130200923/kesehatan-mental-di-indonesia-stigma-odgj-masih-melekat
  7. WHO Indonesia https://www.who.int/countries/idn/en/
  8. Jutaan Remaja Indonesia Disebut Terdiagnosis Gangguan Kesehatan Mental Ini Jenisnya https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/04/14/jutaan-remaja-indonesia-disebut-terdiagnosis-gangguan-kesehatan-mental-ini-jenisnya

Posting Komentar untuk "Mengoptimalkan Kesehatan Mental di Era Digital: Strategi, Tantangan dan Solusi"